KHAZANAH SEJARAH :
Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A.
Dewan Penasehat DPW BKPRMI Sulsel
Guru Besar UIN Alauddin Makassar
BKPRMISULSEL.ID | OPINI – Istilah al-Subut dan al-Tatawwur diperkenalkan oleh Syekh Yusuf al-Qardawi. Beliau menambahkan bahwa subut dan tatawwur adalah mata kuliah dasar bagi yang ingin belajar agama.
Subut artinya, tetap, abadi, dan tidak akan mengalami perubahan. Itulah hubungan manusia pada Tuhan yang bersifat konstan. Dalam ilmu budaya diajarkan, “Sepanjang Tuhan berstatus Tuhan dan manusia berstatus manusia hubungan itu akan tetap nan abadi. Kecuali Tuhan berubah diri turun menjadi manusia dan manusia berubah menjadi Tuhan, maka hubungan keduanya pasti mengalami perubahan.” Begitu hubungan ini bersikap konstan, sampai Tuhan mengabadikannya pada QS al-Rahman: 26-27,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Sedang yang dimaksud tatawwur adalah menyangkut masalah kebudayaan yang akan mengalami perkembangan terus-menerus sampai dunia ini kiamat. Kapan sudah tak ada lagi perubahan tanda kiamat sudah tiba. Perubahan pertanda sebuah kemajuan. Jika tidak ada perubahan sebagai alamat ketinggalan atau ditinggalkan.
Dalam masalah sosial-budaya perubahan menunjukan keharusan. Sampai diperkuat oleh sebuah adagiun sosial itu sendiri. “Satu-satunya yang kekal di dunia ini adalah perubahan itu sendiri.” Dalam Islam berpakaian adalah masalah budaya karena itu ketika jamaah umrah atau haji di kota Mekah, orang akan menyaksikan aneka macam bentuk pakaiannya tergantung dari negara asal mana mereka berada, namun dalam aneka ragam itu memiliki persamaan yaitu wajib menutup aurat.
Ulama menggariskan Islam tidak mengatur bentuk pakaian, tetapi diserahkan pada kemaslahatan umat. tetapi Islam hanya mengatur nilai, yaitu menutup aurat. Dalam berpakaian anekaragam itu tidak menentukan sah tidaknya ibadah seorang hambah, yang menentukan adalah menutup aurat.
Menutup aurat inilah yang konstan dan tidak bisa berubah sepanjang masa. Antara pakaian dan aurat ibarat kata pepatah Minang, “Duduk berdiri di atas sajadat sehelai.” Artinya, pakaian terhormat apa pun digunakan secara bergantian, namun jangan lupa menutup aurat.