Cover
DPW BKPRMI SULAWESI SELATAN (45 x 13 cm)_
WhatsApp Image 2022-06-11 at 13.00.23
previous arrow
next arrow
OPINI  

Remaja Masjid Penjaga Akhlak Anak Bangsa

Pemuda sebagai tulang punggung bangsa dan eksistensi masjid sebagai basis pembentuk spiritual anak bangsa adalah dua hal yang harusnya sejalan. Inilah yang menjadikan gerakan remaja masjid harus terus aktif dan berperan dalam membina para pemuda.

Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad M.Ag.
Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah BKPRMI Sulsel
Guru Besar UIN Alauddin Makassar

BKPRMISULSEL.ID | OPINI – Pemuda sebagai tulang punggung bangsa dan eksistensi masjid sebagai basis pembentuk spiritual anak bangsa adalah dua hal yang harusnya sejalan. Inilah yang menjadikan gerakan remaja masjid harus terus aktif dan berperan dalam membina para pemuda.

Banyak bukti nyata yang telah ditunjukkan sebagai hasil dari pembinaan remaja masjid. Dengan berjalannya program pembinaan remaja masjid, secara efektif membuktikan tidak ada anggota remaja masjid yang terlibat kenakalan remaja.

Model pembinaan remaja berbasis masjid bisa diaplikasikan untuk pembentukan karakter pemuda. Dengan menjadikan remaja masjid tunduk dan patuh kepada Allah, akhlak anak bangsa akan terjaga dari demoralisasi. Terlebih, masjid adalah ajang pembinaan paling dini yang diterima anak muda Islam.

Apa peran penting remaja masjid saat ini?

Remaja masjid dari dulu tetap menjadi bagian terpenting sebagai objek pembinaan. Menurut saya, pembinaan remaja masjid adalah pembinaan dini bagi pemuda yang perlu dikelola secara intensif.

Melihat perkembangan zaman, peran pemuda dan remaja masjid sekarang ini menjadi tanda tanya. Meski demikian, kita harus tetap melakukan pembinaan kepada remaja masjid untuk menuntun dan mengarahkan mereka agar tidak terbawa arus negatif dari perkembangan zaman.

Program kita di remaja masjid itu untuk menyiapkan generasi Qurani. Dalam prosesnya, kita mencoba untuk mengambil strategi jitu. Pertama, dalam hal pendidikan berupa baca tulis Alquran dalam bentuk TQA dan TPA. Kedua, kaderisasi bagi remaja masjid, seperti yang sekarang kita lakukan dengan lembaga LMD.

Yang paling mendasar, selain memberikan pembekalan kompetensi, yang lebih penting adalah pembinaan akhlak. Karena, prinsip kita, Rasulullah SAW itu diutus untuk “liutammi” (menyempurnakan) akhlak. Saya sebagai orang hadis, ada yang lebih rajin dari kata liutammi, yaitu limashaliha (memperbaiki). Artinya, bagaimana mereformasi ulang akhlak manusia. Jadi, bukan sekadar menyempurnakan.

Ini yang kita sedang coba, pembinaan bagi remaja masjid. Paling tidak, anak kita bisa menempuh jalur pendidikan Alquran dan jalur pelatihan di lembaga dakwah yang ada.

Perkembangan remaja masjid di kota besar berbeda dengan di desa-desa, apa penyebabnya?

Kalau ada yang mengatakan, perkembangan remaja masjid di kota besar dengan yang ada di desa-desa itu berbeda, memang ada benarnya. Biasanya, mereka yang ada di kota lebih cenderung terkontaminasi dengan pengaruh partai politik, gaya hidup yang materialis, dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya. Kalau di desa-desa mungkin pengaruh negatif itu ada, tapi porsinya tidak terlalu besar seperti di kota-kota besar.

Saya perhatikan, teman-teman yang mempunyai gerakan-gerakan pemuda di daerah umumnya juga aktif di BKPRMI. Mereka bisa eksis memainkan perannya di bidang sosial keagamaan. Itu artinya, kepercayaan pemerintah daerah, baik yang di provinsi hingga ke bawah sudah baik. Teman-teman kita mendapatkan respons positif yang tinggi.

Saya mendengar kalau di Sulawesi Selatan banyak juga teman-teman lain yang kadang-kadang iri. Mengapa BKPRMI dapat dipercaya Pemda dari yang lain. Jadi, teman-teman di daerah di satu sisi bisa lebih eksis untuk melakukan berbagai program dakwah.

Apa kendala dalam melakukan pembinaan remaja masjid?

Kita tidak bisa memungkiri, hal yang paling sulit kita hadapi adalah pengaruh kaderisasi yang ada di LSM atau partai politik. Sebagian teman-teman kita ada yang aktif di sayap partai.

Kadang, kita melihat mereka yang sudah terkontaminasi sebagai anggota sayap partai biasanya orangnya liberal, pragmatis, dan materialis. Ini menjadi kendala tersendiri ketika mengikuti pembinaan di remaja masjid.

Apa karakteristik model pembinaan remaja masjid dibanding pola pembinaan lainnya?

Saya dulu pernah menyampaikan secara khusus kepada gubernur Sulawesi Selatan ketika wisuda santri. Hampir 3.000 santri menunggu kedatangan gubernur yang terlambat lima setengah jam. Mereka sabar dan tidak ada satu pun keluhan yang berarti, apalagi terjadi suatu insiden yang tak diinginkan.

Waktu itu, saya katakan kepada gubernur, kalaupun mereka harus menunggu selama lima jam lebih, tetap saja mereka sabar dan tidak bikin ulah. Inilah kelebihan pembinaan agama yang didapatkan santri.

Kita lihat sendiri yang saat ini terjadi pada lembaga pendidikan formal lainnya. Bangunannya sudah bagus dan permanen, gurunya sudah profesi, kurikulum yang diklaim adalah model terbaik, dan didukung pula dengan anggaran yang sangat tinggi. Tetapi, lihat bagaimana output siswanya. Kadang-kadang, baru selesai ujian akhir saja sudah coret-coret baju, bawa motor ugal-ugalan, dan sudah bermacam-macam pula tingkahnya.

Di sinilah bedanya pembinaan yang berbasis masjid dengan yang bukan. Pembinaan di masjid mengedepankan pembinaan akhlak. Pembinaan di masjid bukan berarti semua aktivitas pembelajaran harus di masjid, bukan seperti itu. Tapi, kita menjadikan seluruh pembelajaran tidak boleh lepas dari orbit masjid. Apalagi, pembinaan generasi muda.

Kalau kita baca sejarah, pembinaan generasi muda di zaman Rasulullah SAW itu dibina di lingkungan masjid. Sehingga, mental mereka terbangun. Masjid itu kan tempat sujud. Filosofinya, pembinaan remaja masjid ini menjadikan mereka tunduk dan patuh kepada Allah. Banyak hal yang bisa dipelajari dari model pembinaan masjid. Misalkan, belajar metode kepemimpinan yang tercermin dari shalat berjamaah. Jika imamnya benar, ia ikuti. Tapi, kalau salah, ia ingatkan dengan subhanallah. Begitulah dalam Islam. Mengingatkan imam bukan dengan bakar ban dan demonstrasi anarkistis di jalanan.

Pola kepemimpinan Rasulullah SAW itu bukan berarti imam tidak pernah keliru. Intinya, ketika imam keliru, bagaimana cara Nabi mendidik mereka dalam mengingatkan sang iman.

Apa metode dakwah remaja masjid harus menyesuaikan zaman?

Penyesuaian zaman itu saya kira adalah sesuatu keniscayaan. Yang perlu kita perhatikan, penyesuaian itu hanya pada aspek formalnya. Sementara, untuk aspek yang bersifat substansi, saya kira tetap sama. Dari dulu sampai sekarang, substansi model dakwah remaja masjid itu sama, seperti memulainya dari akidah, ibadah, dan akhlak.

Sekarang ini, mungkin porsi dan model penyajiannya yang agak berbeda. Pembinaan sekarang mengikuti perkembangan zaman. Hal ini saya rasa bagus agar model pendidikan berbasis masjid ini tidak terkesan jadul atau ketinggalan zaman.

Metode apa yang paling tepat?

Kalau saya pribadi, lebih suka dengan model pendekatan secara pribadi kepada teman-teman. Kita juga harus pintar-pintar membaca, apa yang menjadi kesenangan remaja sekarang ini. Sekarang, para remaja kita sangat banyak dipengaruhi oleh IT. Harusnya, kita juga harus memikirkan bagaimana mendekati remaja ini dengan IT.

Beberapa masjid sudah kita sarankan agar dilengkapi dengan wifi, supaya remaja kita lebih banyak beraktivitas di masjid. Misalkan, mereka menyelesaikan tugas sekolah di pelataran masjid. Sehingga, mereka lebih akrab dengan suasana masjid.

Tentu, hal ini harus dibatasi penggunaannya. Ketika kita membuat suatu model dakwah, seperti wifi ini, harus dibarengi dengan pengawasan. Misalkan, kita pasang sistem yang bisa memblokir situs-situs yang tidak pantas atau yang berbau kekerasan dan pornografi.

Di samping itu, para remaja ini kita sibukkan dengan berbagai kegiatan. BKPRMI sendiri punya agenda kegiatan yang banyak. Secara substansi, kita tetap mengacu pada tuntunan yang sudah ada. Tetapi, secara format, model pendekatannya, inilah yang kita lakukan penyesuaian-penyesuaian.

Kita menciptakan sebuah lingkungan kondusif bagi remaja masjid. Ketika mereka aktif sebagai anggota, mereka tidak merasa bahwa remaja masjid itu sudah ketinggalan zaman, atau asumsi negatif lainnya.

Bagaimana efektivitas dakwah remaja masjid mengurai kenakalan remaja?

Kalau mengukur seberapa efektifnya, saya rasa, kita perlu sebuah survei yang akurat. Tapi, secara umum, pandangan saya, mereka yang terlibat dalam kenakalan remaja insya Allah tidak ada yang berasal dari remaja masjid. Kita sudah mencoba melakukan pendekatan yang moderat dan terbuka kepada mereka.

Saya sudah sampaikan kepada pemerintah daerah. Anak-anak remaja yang mengikuti pembinaan dengan pola kita, kita jamin tidak ada yang menjadi ekstrem seperti teroris. Sebaliknya, juga tidak menjadi liberal. Kita tampil pola ummatan washatan (umat pertengahan). Jadi, kita yang tengah-tengah saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *